TIADA KATA SEPANTAS "SELAMAT DATANG" untuk memulai

Blogs ini didedikasikan untuk masyarakat Gunungkidul, agar sadar bagaimana bangganya dirinya terhadap tanah kelahirannya, dan Jawa Dwipa. Isi blogs ini adalah hasil pemikiran dan sumbang saran dari berbagai sumber baik dari buku, literatur,perorangan. Dituangkan dengan cara pikir pribadi.

Thursday, June 14, 2007

hmmmm...no idea yet, but ....
Jun 14, '07 1:35 AMfor everyone
Saya rasa itulah kata yang tepat untuk saat ini, sampai sekarang pemikiran saya belum terbuka, sehubungan periodisasi yang ingin saya ketahui belum tersingkap.
Ada hal yang menarik sampai sekarang dengan adanya situs situs ini, dimana struktur bangunannya tidak mendekati daerah manapun. Secara pastinya saya kurang mengerti mengingat keawaman saya.Tetapi saya mengambil satu arah berpikir demikian: jika bangunan tidak ada suatu kemiripan yang bisa mencirikan suatu periodisasi tempat ini, ada kemungkinan Gunungkidul tadinya merupakan daerah perdikan sehingga kemungkinan besar berikutnya adalah terdapatnya suatu komunitas tertentu yang memiliki budaya dimana budaya ini(arsitekturnya) merupakan awal dari bangunan bangunan sekitarnya(prototipe), jika kita melihat dari aspek geografi nya adalah daerah Gunungkidul merupakan daerah terpencil pada zaman dulu, sehingga tempat ini memungkinkan untuk memencilkan diri dari keramaian (secara horizontal) sehingga untuk mencapai daerah ini tentunya tidak mudah, selain memencilkan diri, maka tak lain manusia yang mendiaminya lebih mendekatkan diri terhadap Sang pencipta(secara vertikal) sebab Gunungkidul saya rasa memenuhi syarat untuk letak ketinggian terhadap suatu tempat, bukankah ketinggian suatu tempat adalah menggambarkan semakin dekatnya komunikasi antara manusia dengan Tuhannya.Pemikiran saya ini atas pertimbangan demikian:Gunungkidul memiliki tempat/letak geografi yang lebih tinggi dibanding daerah daerah kerajaan yang kebanyakan mengambil daerah lembah yang subur, selain itu diambil dari sisi antara timur dan barat, Gunungkidul ada hampir diposisi tengah. Bukan berarti saya mendekatkan daerah ini terhadap Gunung Merapi sebagai pakuning tanah Jawa melainkan saya mendekatkan data sebagai jembatan khayal saya terhadap daerah ini.
Saya tidak melakukan tebak -tebakan apakah di area Gk yang terdapat kompleks pecandian dulunya merupakan kediaman para agamawan masa lalu sebelum atau pada saat kerajaan kerajaan klasik berdiri atau hanya sebatas tempat pemujaan semata. Tadinya saya berpikir, candi candi sebagai tempat pemujaan atas suatu tempat disebabkan karena daerahnya dianggap suci seperti pemakaian sumber air untuk ritual di candi Ratu Boko. Namun terakhir saya dapatkan informasi bahwa lebih dari hal itu dalam arti jika bangunan bangunan candi tidak ada kemiripan(saya ambil kesimpulan lebih tua dan atau sama), maka Gunungkidul adalah suatu tempat untuk pemujaan terhadap Sang Pencipta oleh orang-orang terdahulu, dimana daerah sekeliling pemujaan adalah daerah suci dan dikeramatkan, sampai air untuk prosesi di candi ratu Boko diambil dari sini dan dibangunnya candi Banyu Nibo sebagai pemujaan untuk keberlangsungan daerah ini juga.
Yang perlu dicermati menurut saya adalah tentang data antar situs, apakah benar setiap candi memiliki kesamaan arsitektur ataupun tidak, sebab jika saya balik pemikiran ini, jika ternyata arsitektur antar candi tidak sama, maka ada kemungkinan ada suatu sokongan / penghormatan terhadap komunitas tersebut dan bisa dilihat pada zaman kerajaan apa saja dilakukan penghormatan ini, karena pastilah setiap pemerintahan akan memberikan bangunan yang terbaik, jika antar situs sama maka kemungkinan terbesarnya adalah daerah ini memiliki suatu tempat pemujaan terbesar berupa candi pemujaan yang cakupannya lebih besar dibanding kompleks percandian daerah Dieng.
SEBATAS MENCARI BENANG MERAH
Jun 6, '07 5:36 AMfor everyone
SEBATAS MENCARI BENANG MERAH
Beberapa hari yang lalu saya memaksakan diri untuk menulis untuk kelanjutan blog ini, mengingat apa saja data yang saya lewatkan begitu saja.Akhirnya saya menulis secepat mungkin takut antara yang saya pikirkan keburu hilang karena belum sempat saya tulis, untuk mengkoreksi keabsahan pemikiran saya maka bertanyalah saya ke sumber informasi saya, yang membuat saya kaget saya dianggap terlalu menganggap daerah Gunungkidul sebagai sesuatu hal yang sangat dibesar besarkan pada pola pikir saya, sehingga saya akan secara egois seolah olah Gunungkidul dari centerpointnya dari sejarah masalalu padahal Gunungkidul hanya bagian kecil dari kebesaran masa lalu Jawadwipa. Anggapan ini saya bantah sebab sebelumnya saya juga mencantumkan di post sebelumnya " dengan tidak merendahkan atau menyamakan dengan daerah lain".
Maksud saya, daerah yang sejarahnya saya ketahui dan dekat dengan saya adalah Gunungkidul tempat kelahiran saya, maka jika saya bisa mengerti Gunungkidul maka saya bisa meluaskan sayap pengetahuan ini sedikit demi sedikit walau harus maju mundur dalam berpikir, tapi saya rasa inilah nikmatnya menikmati sejarah.
Akhirnya setelah saya berikan alasan seperti di atas, sumber informasi saya bisa mengerti dan mendukung saya dengan salah satu jalan mengarahkan saya bagaimana saya harus mmebuat alur penulisan dan menekankan bahwa harus urut dan bisa dimengerti. Beberapa hari yang lalu malah saya disarankan untuk membeli majalah komputer yang membahas blog agar blog saya nantinya lebih kredibel.Suatu dorongan yang sangat menantang, akhirnya saya memutuskan untuk tetap maju dan kamarin saya mendapat tanggapan atas email saya kepada dosen arkeologi UGM (bapak Andi Putranto melalui bantuan bapak Yuwono-dosen arkeologi juga), setidaknya pintu telah terbuka lebar tinggal saya melangkah meniti jalan yang masih sangat panjang.
Doakan ya, agar ilmu didalam otak ini terus bertambah.
badai laut selatan
BENARKAH SAYA MENARIK BENANG MERAH

Sebelum saya menulis post saya tentang "sebatas mencari benang merah", saya mengunjungi museum Nasional/museum gajah, ada satu hal yang menarik yang tadinya saya tak begitu tertarik apalagi menggabungkan informasinya ke blogs saya. Yaitu sewaktu saya mengunjungi bagian keramiknya, di sana terdapat sebuah benda pada masa Majapahit yang terbuat dari batu putih. Masih terlihat jelas ukiran ukiranyang sangat halus, mengingatkan saya akan kerajinan batu pasa yang beberapa waktu ini menjadi komoditi jual baik secara bahan mentah maupun bahan jadi. Batu paras ini dipergunakan sebagai hiasan/ornamen tembok.Di tempat saya, Gunungkidul, ada beberapa tempat penghasil barang ini, salah satunya adalah dusun Gondhang, Desa Gari.
Saya berpikir, mungkinkah ini adalah prototipe craftmanship dari bangunan situs-situs yang ada di tempat kami.
Jika di Muntilan, Jawa Tengah terdapat para pengrajin dari batu hitam karena berdekatan dengan candi Borobudur, maka layakkah saya berpikir bahwa salah satu tempat di desa saya juga bagian dari adanya situs situs ini, cukupkah saya menyebut beberapa fakta sebagai pendukung semisal, dahulu sebelum tembok rumah dari batu bata dan semen pasir mulai dipergunakan, penduduk di Gunungkidul(beberapa sampai sekarang) untuk fondasinya menggunakan balok dari batu putih yang disebut sebagai giring, juga alas/tatakan tiang yang disebut ompak, ubin atau tegel, juga alat menampung air untuk mandi yang disebut jembangan.Apakah kerajinan batu paras tersebut adalah salah satu unsur detail yang dipakai untuk pembangunan candi/situs ini.Melihat bahwa bangunan candi yang terbuat dari batu putih untuk daerah Gunungkidul kala itu tentunya dibutuhkan suatu teknis khusus dalam proses penggabungan ataupun perawatannya, sebab kala itu Gunungkidul adalah daerah dengan tingkat kelembapan tinggi sebab daerah ini dulunya adalah sebuah daerah subur dan berair, sehingga bangunan yang terbuat dari batu kapur akan rentan dengan proses pelumutan dan pengeropsan akibat air hujan maupun serapan air permukaan tanah. Jadi pihak yang mempunyai inisiatif membangun candi tersebut pastilah memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi kala itu, bahkan sampai sekarang.
Tadinya saya berandai andai, jika jenis barang yang saya lihat di musem Nasional dengan yang ada di Gunungkidul sama, dalam arti bahwa pembangunan nya oleh masa pemerintahan Majapahit, tentulah pihak penguasa memiliki suatu keterikatan khusus terhadap daerah Gunungkidul walaupun terbentak jarak yang sangat jauh waktu tempuhnya, Majapahit berada di Jawa Timur sedangkan Gunungkidul ada di Yogyakarta bagian selatan.Yang semakin menjadi beban ketidak tahuan saya adalah, apa yang membuat keterikatan ini, apakah Majapahit memperlakukan Gunungkidul seperti halnya apa yang di tulis di candi Palah, "marek i jon hyang Acalapati bhakti sadara", pemujaan terhadap gunung., tentunya saya tidak berani mensejajarkan apa yang dipuja di candi palah dengan pemikiran saya tentang Gunungkidul.
Di email pak Andi Putranto(dosen arkeologi UGM) kepada saya menyebutkan bahwa benda bagian situs yang ada di Gunungkidul berbeda dengan benda yang dari Majapahit, malah tidak mirip dari masa kerajaan yang ada di Jawa Tengah bahkan Yogyakarta sekalipun.
Padahal saya sebelumnya menganggap mendapat titik terang dari pemikiran saya bahwa bangunan itu adalah atas kemauan pemerintah Majapahit, sehingga saya waktu itu menyimpulkan: Gunungkidul adalah salah satu tempat yang dianggap penting pada masa Majapahit, sehingga didirikanlah beberapa candi untuk memuja daerah ini.Selain itu mengingat Majapahit saja yang begitu jauh dari gunungkidul melakukan pembangunan candi maka secara pasti kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit melakukan hal yang kurang lebih sama, sampai jauh sebelum kerajaan-kerajaan lainnya, sehingga di daerah Gunungkidul ditemukan dua peninggalan pada masa yang berbeda yaitu masa klasik tua berupa menhir dan sarkofagus , dan peninggalan pada masa klasik muda berupa bangunan candi.
Namun sampai hari ini saya belum terpikir akan benang merah yang saya cari......
Kapan, Siapkah Kami?
May 30, '07 6:17 AMfor everyone
Jawa Bagian Selatan Rawan Gempa

- Pergeseran lempeng Indo - Australia menumbuk Eurasia mencapai tujuh sentimeter per tahun di pesisir selatan Jawa. Meski tidak secepat pergeseran Lempeng Pasifik di timur Papua, Kondisi ini menjadikan Jawa paling rawan bencana
Inilah yang membuat saya terus dan terus berpikir kapan dan seperti apa kejadiannya nanti. Dari hanya sebatas keingian tahuan yang membuat saya terus menulis blogs ini,maka saya dengan segala keterbatasan ini mencoba untuk mengerti apa yang bisa saya mengerti karena secara profesi saya tak termasuk untuk berpikir seperti ini, jadi kalaupun kadang tidak masuk akal, tak jadi soal toh ini adalah pemikiran awam dan untuk saya sendiri.
Sebelum berita itu saya baca, beberapa informasi telah saya dapatkan baik verbal maupun non verbal, baik yang dimengerti maupun yang tidak. Kategori yang tidak bisa dimengerti tetap saya masukkan sebab dalam hal ini dari unsur cerita yang lalu, maupun jongko/jangka. Di post sebelumnya telah saya sebutkan bahwa jongko berbeda dengan ramalan, sebab jongko meliputi hitungan matematis bukan mistis, saya sangat salut untuk para pembuat jongko ini, sebutlah Jongko/Jangka Jayabaya, mengapa demikian? Untuk sebuah masalalu yang untuk saat ini kita anggap di era modern ternyata pada masa itu perhitungan dan "niteni" telah berkembang dengan sangat baiknya.
Kita saat ini tentunya bangga dengan era modern dengan fasilitas komputer, satelit. Namun satu hal yang kadang terlewat adalah dengan hati dan niteni, nguwaske, setiti. Bukan berarti saya tidak memandang kemajuan sekarang dan menomorsatukan segala atas kejayaan masalalu, tapi inilah fakta bahwa kita/saya tidak bisa lepas dari sebuah kemajuan lalu dengan kemajuan sekarang.
Sekali lagi tentang gempa, masalalu telah meprediksi akan terjadinya hal ini, dalam kompas tanggal 28 Mei 2007 disebutkan bahwa gempa yang tercatat beberapa diantaranya terletak pada masa bulan purnama ataupun bulan mati, berikut petikan berita di Kompas tanggal 28 mei 2007:
Beberapa gempa terjadi sekitar bulan baru dan purnama, misalnya gempa Alor (12 November 2004) terjadi pada bulan baru (28 Ramadhan 1425), gempa Nabire (26 November 2004) menjelang purnama (13 Syawal 1425), gempa Aceh (26 Desember 2004) terjadi saat purnama (14 Zulkaidah 1425), gempa Simeulue (26 Februari 2005) terjadi setelah purnama (16 Muharam 1426), gempa Nias (28 Maret 2005) terjadi setelah purnama (17 Safar 1426), gempa Mentawai (10 April 2005) terjadi pada bulan baru (1 Rabiul Awal 1426), dan gempa Yogyakarta (27 Mei 2006) terjadi menjelang bulan baru (29 Rabiuts Tsaniah 1427).
Planet pun bisa diketahui kapan orbitnya mendekati matahari, bumi, bulan dan matahri bisa diprediksi kapan dalam formasi garis lurus, tentunya semuanya bisa dihitung dan dinalarkan, jauh beratus ratus tahun yang lalu kesimpulan ini telah diketahui dan dari kejadian yang ada di tulis menjadi sebuah jangka(terlepas dari kemampuan lebih untuk melihat kejadian yang belum terjadi, ngerti sak durunge winarah).
Jadi apa yang akan terjadi di Jawa Dwipa, akankah semuanya akan dimulai dari nol lagi sebagai titik balik garis nisbi sebuah peradaban, lantas bagaimana dengan Gunungkidul, mungkinkah post saya yang berjudul "gempa setahun lalu dan sejarah yang akan datang" bisa saya ambil garis merahnya untuk saya pribadi!?
BENCANA SETAHUN LALU DAN CERITA AKAN DATANG

Hari ini secara hitungan masehi genap 1 tahun gempa di Yogyakarta yang effectnya juga di Gunungkidul , Mungkinkah gempa di pantai selatan tersebut adalah perubahan sejarah masa lalu?
Dari koran Kompas saya tadi mebaca artikel tentang palung yang ada di samudra Hindia, sebutlah sebagai laut selatan. Dimana terdapat palung yang sanagt dalam yang memungkinkan pergesaran pergesaran letak lapisan bumi.Saya sebagai orang Gunungkidul, gempa yang dirasakan di daerah saya selalu saya hubungkan dengan dua tempat yaitu Gunung Merapi dan Pantai selatan, Rasanya hal ini wajar menurut saya dengan tak terikat dari bidang disiplin ilmu apapun, hanya saja saya mencoba mengumpulkan beberapa catatan kejadian kemudian saya rangkum dan saya simpulkan untuk saya sendiri.
berikut beberapa cuplikan berita yang saya kumpulkan mengenai pasca gempa 27 mei 2006 beberapa catatan yang lain.
1. 06 juni 2006, daerah kabupaten Sleman yaitu di Cangkringan di area candi Kedulan keluar lumpur hitam berbau belerang dan unsur silica
2. 12 juni 2006, dimuat di Kompas : pasca gempa menimbulkan kembali aktifnya sesar sesar minor di sekitar sesar utama pada wilayah timur dan barat DIY, pada sisi timur yaitu di daerah Gunungkidul dan timur pegunungan menoreh (sesar opak - oya). Sesar minor ini panjangnya kurang lebih dari ratusan meter sampai 1 km.
3. Daerah Banyusoca, Panggang, Gunungkidul terdapat gema dari dalam tanah seperti benda jatuh ke kedalaman.
4. Daerah Bukit Boyo, Mbuyutan, Gedangsari, Ngawen keluar gas dari dalam tanah, berbau belerang.
5. 02 agustus 2006 jam 11:01 gempa 3,1 skala Richter epicentrum di Panggang, Gk
6. 27 mei 2007 jam 12:50:54 (baru saja) gempa 4,7 SR epicentrum di perairan cilacap
7. 10 juni 1867 gempa besar melanda jogja(saya belum tahu detailnya seperti apa)
Seberapa besar pengaruh gempa ini terhadap perubahan lingkungan Gunungkidul?!!
Sekarang dan dari dulu saya berandai, mungkinkah akan ada gempa yang lebih besar dari setahun yang lalu? saya jawab untuk saya sendiri "YA", kenapa saya jawab demikian, setidaknya saya akan melihat sejarah masalalu seperti apa situasinya, jujur saya dalam hal ini mengambil sisi ilmu jangka yang orang sebut sebagai mistik, ataupun ramalan, Tadinya saya berpikir demikian namun saya disadarkan makna jangka sebagai ilmu hitungan baik waktu , kejadian yang akan datang, beda donk dengan ramalan.
Jika terjadi gempa besar kemungkinan terjadinya di Pantai Selatan lagi dengan timbulnya tsunami( beberapa ahli mengemukakan hal ini jauh sebelum tsunami aceh), dan hal ini saya jadikan info penting, sebab jika terjadi gempa lebih besar berarti rongga di daerah daerah seperti banyusoca, daerah Bukit Pathuk bakalan runtuh. Mengapa demikian, gempa 1 thaun yang lalu berakibat sebagai berikut, gempa yang merembet yang merupakah sesar opak berlokasi di pinggiran bukit pathuk/sisi paling barat Gunungkidul, akibat dari gempa ini wilayah piyungan ke selatan dan utara rata tanah, sementara daerah pathuk, ke arah selatan yaitu dlingo dan ke arah utara adalah Gedhangsari kerusakan sangat besar, namun tidak ada kerusakan berupa longsor tanah di sisi bukit sebelah barat, namun terjadi retak tanah yang momotong jalan tepat di samping perbatasan GK denagn Bantul. Selain itu diikuti selang beberapa hari kemudian suara "glung" di daerah Panggang, kemudian tanggal 02 agustus kemudian gempa terjadi lagi kali ini epicentrum di panggang.
Gempa ini pastilah energinya merembat, hanyas saja ketika menyentuh daerah Gunungkidul , terisolasi oleh struktur bebatuan bukit Pathuk, sehingga getaran paling kuat adalah di sisi redaman itu yaitu di aera pathuk tersebut. Menurut saya, gempa yang merambat dan teredam justru mengakibatan pantulan gempa di sekitarnya yang kekuatannya berulang ulang tetapi intensitasnya menurun, bagaimanapun juga structur tanah gunungkidul di 3 zona ini adalah batu kapur yang banyak dilalui sungai bawah tanah, tentunya seperti halnya strukturnya mirip keju yang berlubang lubang .Disinilah sebnarnya bahaya tidak terpikirkan banyak orang, setelah gempa usai justru tersembunyi bahaya yang sama besarnya di sisi bukit Pathuk berupa labilnya struktur bukit.
Saya harus mengingat kembali sejarah Gunungkidul, seperti halnya batu kapur yang dibakar untuk dijadikan batu gamping, pada saat kering batu ini sama kuatnya namun pada saat terkena air dia akan mengeluarkan gas, panas dan berubah menjadi bubuk, demikian juga batu batu ini di bawah Gunungkidul. Sekarang ini menurut saya batu batu ini telah berubah formasi karena gempa 1 tahun yang lalu, yang notabene seperti batu gamping yang formasinya berubah jadi tidak begitu mempunyai effect ke sekelilingnya, namun ketika kena air lihatlah reaksinya, dari mana asal air ini? menurut pemikiran, Pathuk yang merupakan benteng sisi barat oleh zona baturagung dibawahnya mengalir air bawah tanah ke arah barat dans selatan sisa/jejak air zona Ledhok, pada saat gempa besar yang diikuti tsunami, air dari utara ke selatan akan berbalik arah dan lebih besar, sehingga kuantitas air akan mencapai permukaan, saya cenderung berpikir demikian mengingat spenjang pantai selatan gunungkidul dibentengi pegunungan seribu, tapi di bawahnya banyak sekali aliran sungai bawah tanah. sehingga mirip dengan sebuah corong .

Tuesday, June 12, 2007

BENCANA SETAHUN LALU DAN CERITA AKAN DATANG
Hari ini secara hitungan masehi genap 1 tahun gempa di Yogyakarta yang effectnya juga di Gunungkidul , Mungkinkah gempa di pantai selatan tersebut adalah awal perubahan sejarah masa lalu?
Dari koran Kompas saya tadi mebaca artikel tentang palung yang ada di samudra Hindia, sebutlah sebagai laut selatan. Dimana terdapat palung yang sanagt dalam yang memungkinkan pergesaran pergesaran letak lapisan bumi.Saya sebagai orang Gunungkidul, gempa yang dirasakan di daerah saya selalu saya hubungkan dengan dua tempat yaitu Gunung Merapi dan Pantai selatan, Rasanya hal ini wajar menurut saya dengan tak terikat dari bidang pendidikan apapun, hanya saja saya mencoba mengumpulkan beberapa catatan kejadian kemudian saya rangkum dan saya simpulkan untuk saya sendiri.
berikut beberapa cuplikan berita yang saya kumpulkan mengenai gempa 27 mei 2006 sampai beberapa catatan yang lain.
1. 06 juni 2006, daerah kabupaten Sleman yaitu di Cangkringan di area candi Kedulan keluar lumpur hitam berbau belerang dan unsur silica
2. 12 juni 2006, dimuat di Kompas : pasca gempa menimbulkan kembali aktifnya sesar sesar minor di sekitar sesar utama pada wilayah timur dan barat DIY, pada sisi timur yaitu di daerah Gunungkidul dan timur pegunungan menoreh (sesar opak - oya). Sesar minor ini panjangnya kurang lebih dari ratusan meter sampai 1 km.
3. Daerah Banyusoca, Panggang, Gunungkidul terdapat gema dari dalam tanah seperti benda jatuh ke kedalaman.
4. Daerah Bukit Boyo, Mbuyutan, Gedangsari, Ngawen keluar gas dari dalam tanah, berbau belerang.
5. 02 agustus 2006 jam 11:01 gempa 3,1 skala Richter epicentrum di Panggang, Gk
6. 27 mei 2007 jam 12:50:54 (baru saja) gempa 4,7 SR epicentrum di perairan cilacap
7. 10 juni 1867 gempa besar melanda jogja(saya belum tahu detailnya seperti apa)
Seberapa besar pengaruh gempa ini terhadap perubahan lingkungan Gunungkidul?!!
Sekarang dan dari dulu saya berandai, mungkinkah akan ada gempa yang lebih besar dari setahun yang lalu? saya jawab untuk saya sendiri "YA", kenapa sayang jawab demikian, setidaknya saya akan melihat sejarah masalalu seperti apa situasinya, jujur saya dalam hal ini mengambil sisi ilmu jangka yang orang sebut sebagai mistik, ataupun ramalan, Tadinya saya berpikir demikian namun saya disadarkan makna jangka sebgai ilmu hitungan baik waktu , kejadian yang akan datang, beda donk dengan ramalan.
Jika terjadi gempa besar kemungkinan terjadinya di Pantai Selatan lagi dengan timbulnya tsunami( beberapa ahli mengemukakan hal ini jauh sebelum tsunami aceh), dan hal ini saya jadikan info penting, sebab jika terjadi gempa lebih besar berarti rongga di daerah daerah seperti banyusoca, daerah Bukit Pathuk bakalan runtuh. Mengapa demikian, gempa 1 thaun yang lalu berakibat sebagai berikut, gempa yang merembet yang merupakah sesar opak berlokasi di pinggiran bukit pathuk/sisi paling barat Gunungkidul, akibat dari gempa ini wilayah piyungan ke selatan dan utara rata tanah, sementara daerah pathuk, ke arah selatan yaitu dlingo dan ke arah utara adalah Gedhangsari kerusakan sangat besar, namun tidak ada kerusakan berupa longsor tanah di sisi bukit sebelah barat, namun terjadi retak tanah yang momotong jalan tepat di samping perbatasan GK denagn Bantul. Selain itu diikuti selang beberapa hari kemudian suara "glung" di daerah Panggang, kemudian tanggal 02 agustus kemudian gempa terjadi lagi kali ini epicentrum di panggang.
Gempa ini pastilah energinya merembat, hanyas saja ketika menyentuh daerah Gunungkidul , terisolasi oleh struktur bebatuan bukit Pathuk, sehingga getaran paling kuat adalah di sisi redaman itu yaitu di aera pathuk tersebut. Menurut saya, gempa yang merambat dan teredam justru mengakibatan pantulan gempa di sekitarnya yang kekuatannya berulang ulang tetapi intensitasnya menurun, bagaimanapun juga structur tanah gunungkidul di 3 zona ini adalah batu kapur yang banyak dilalui sungai bawah tanah, tentunya seperti halnya strukturnya mirip keju yang berlubang lubang .Disinilah sebnarnya bahaya tidak terpikirkan banyak orang, setelah gempa usai justru tersembunyi bahaya yang sama besarnya di sisi bukit Pathuk berupa labilnya struktur bukit.
Saya harus mengingat kembali sejarah Gunungkidul, seperti halnya batu kapur yang dibakar untuk dijadikan batu gamping, pada saat kering batu ini sama kuatnya namun pada saat terkena air dia akan mengeluarkan gas, panas dan berubah menjadi bubuk, demikian juga batu batu ini di bawah Gunungkidul. Sekarang ini menurut saya batu batu ini telah berubah formasi karena gempa 1 tahun yang lalu, yang notabene seperti batu gamping yang formasinya berubah jadi tidak begitu mempunyai effect ke sekelilingnya, namun ketika kena air lihatlah reaksinya, dari mana asal air ini? menurut pemikiran, Pathuk yang merupakan benteng sisi barat oleh zona baturagung dibawahnya mengalir air bawah tanah ke arah barat dans selatan sisa/jejak air zona Ledhok, pada saat gempa besar yang diikuti tsunami, air dari utara ke selatan akan berbalik arah dan lebih besar, sehingga kuantitas air akan mencapai permukaan, saya cenderung berpikir demikian mengingat spenjang pantai selatan gunungkidul dibentengi pegunungan seribu, tapi di bawahnya banyak sekali aliran sungai bawah tanah. sehingga mirip dengan sebuah corong .

Saturday, May 5, 2007

Situs Wiladeg, Candi Risan, Situs Sokoliman, Situs Ngawit, Situs Dengok, Candi Nglemuru, Situs Gondang, Situs Ganang, Situs Gunungbang, Situs Beji, Situs Mangunan.
Kenapa harus saya sebutkan terlebih dahulu kata - kata itu?
Tidakkah semu orang seharusnya semua orang memandang daerah kami? bahkan kami orang-orang Gunungkidul pun tak banyak mengerti hal ini.
Tempat - tempat di atas merupakan adalah tempat tempat peninggalan berupa sisa-sisa bangunan masa lampau yang berbentuk candi atau semacamnya, maka disebut situs karena merujuk suatu tempat(pastilah adalah candi).Ada yang menarik dari tempat tempat ini, yaitu tersebarnya situs/candi ini di sekitar zona perbatasan zona Gunungsewu dengan zona Ledok, selain dari batu putih yang tak kalah menariknya adalah tempat ini bukanlah sebuah candi yang diperuntukkan untuk menempatkan abu jenazah melainkan adalah tempat pemujaan(data dari informasi lisan), mungkinkah candi ini adalah candi perwara atau bangunan pendamping candi induk? hmmm.m..m jika menilik demikian berarti sangat mungkin ada candi induk yang besar yang belum ditemukan, saya jadi terbayang bisa jadi candi induknya ada di bawah rumah saya, atau sekolahan saya, dimanapun itu adalah sebuah ketidakpastian.
Lantas apa yang dipuja dari candi candi ini, karena setidak tidaknya zaman dahulu candi juga dipakai untuk menandai daerah secara khusus.
Sekarang kita tinggalkan sejenak kebingungan di atas, kita alihkan ke Candi Ratu Boko, candi ini disalah artikan sebagai keraton Ratu Boko, ayah dari Roro Jonggrang, ada juga yang menyebut sebagai benteng pertahanan.Dari informasi yang saya dapat dan saya anggap betul adalah bahwa Candi Ratu Boko adalah tempat pembakaran jenazah kemudian abunya di tempatkan disetiap candi yang bersangkutan, mengapa demikian percaya nya saya pada hal itu!, setidaknya fakta yang ada bahwa candi Ratu Boko bermakna sebagai raja alam baka(boko-jawa), alam kematian. Bukankah demikian?, selain itu terdapatnya bangunan kaputren, kasatrian, beberapa kolam pemandian dll adalah bagian dari pola sosial waktu itu, yaitu salah satu kolam sebagai tempat penyucian jenanazah sebelum diperabukan, sedangkan bekas bangunan yang dianggap kaputren, kasatrian memang kala itu adalah tempat para tamu untuk beristirahat. Mengapa bisa demikian? tak lain kadang kita melihat masa lalu sebagai masa kemunduran dibanding masa sekarang, padahal jika kita sadari sebenarnya saat ini kita bukanlah apa-apa jika dibanding masa lalu waktu itu.
Yang ingin saya sampaikan bukanlah sejarah candi tersebut, melainkan akan saya jadikan jembatan penghubung dengan Gunungkidul. Dari mana air yang dipakai untuk mensucikan jenazah tersebut?, tidak jauh dari Candi Ratu Boko ke arah selatan ada Candi Banyu Nibo(air berjatuhan-jatuh). Melihat dari kata "banyu nibo" saya langsung terbayang sebuah air jatuh gemericik secara khusus tentunya, tak jauh dari candi itu adalah area perbukitan Gunungkidul, jadi mungkinkah candi ini sengaja dibangun untuk menandai suatu air terjun atau mata air yang memiliki kekhususan dimana airnya dari danau kuno Gunungkidul?
Mungkinkah air di gunungkidul dipergunakan sebagai air suci untuk memandikan jenazah para raja tanah Jawa yang sekarang abu jenazahnya berada di candi candi yang sudah kita kenal?
Dari pemikiran saya di atas saya jadikan penguat balik blogs saya sebelumnya yang berjudul "batu hitam dan sebuah sejarah"
Kembali lagi ke tulisan saya di atas sebelum ulasan candi Ratu Boko, melihat faham arah mata angin sebagai papat kiblat limo pancer, candi candi tersebut baru mengikuti kurang lebih 2 arah mata angin, yaitu sisi timur di daerah Wiladeg, Karangmojo dan Semin, sedangkan candi di daerah Semanu dan Paliyan mewakili arah barat, berarti ada kemungkinan terdapat candi candi kecil di daerah barat dan utara di zona baturagung dengan titik pusat candi induk di tengah daerah Gunungkidul yaitu di zona Ledok.
Jika candi-candi sekarang ini adalah merupakan candi perwara dalam kelompok kecil maka akan terdapat sebauh candi induk dengan ukuran besar, sedangkan kemungkinan kedua jika situs ini merupakan candi perwara di mana candi induk tidak jauh darinya maka ada kemunkinan kelompok kelompok candi ini membentuk suatu formasi meluputi candi gerbang utama, samping kanan dan kiri serta bangunan pusat sebagaimana halnya sebuah bangunan pemujaan agama Hindu(pola bangunan pura di Bali), sedangkan bangunan pusatnya tepat dekat object utama dalam hal ini adalah kawasan air.
Melihat hasil teknik pemahatan yang sangat kasar serta kesan jauh lebih kuno, saya akan berpikir, kapan atau pada saat pemerintahan kerajaan apa bangunan ini dibuat.Adakah kemungkinan masa masa sebelum Demak, sebab masa itu Islam baru masuk Jawa sehingga kemungkinan besar hal seperti ini dilarang. Atau Majapahit? masalahnya jika pada era Majapahit, bukankah pada saat itu era keemasan masa lalu dari segi bangunan, di mana candi dengan menggunakan batu bata adalah teknik modern kala itu, mana mungkin untuk sebuah Majapahit mencitrakan kebudayaanya dengan pembangunan candi di Gunungkidul sedemikian kasarnya!.Pada masa Mataram kuno? mungkinkah? pada masa ini pembangunan candi dengan batu vulkanik-perlu diingat mengapa banyak candi ditemukan disekitar persawahan, tidak lain untuk pembangunan candi dari batu vulkanik dimana semennya seperti bangunan saat ini menggunakan campuran telur itik dan tetes tebu sehingga untuk suplay dalam jumlah banyak dan secara terus menerus hal ini tidak bisa dilaksanakan di Gunungkidul terutama tetes tebu.
Jika kita memaksakan sebuah argumen bahwa candi di Gunungkidul dibangun sebelum kerajaan kerajaan tersebut di atas, lantas bagaimana dengan fakta bahwa kerajaan atau kebudayaan pertama di mulai di Jawa tengah!, Adakah yang salah dengan penulisan sejarah kita?
Jika sebuah Gunungkidul yang tandus, gersang, minus segalanya saja tidak bisa terpecahkan bagaimana mungkin menyingkap sejarah Jawa Dwipa di mana Gunungkidul hanya secuil bagian dari peradabannya